Minggu, 15 Maret 2015

Sebuah Rahasia

Sebuah Rahasia

Hari pertama masuk di sebuah sekolah yang menjadi awal dari segalanya. Pagi itu suasana sekolah sangatlah ramai. Siswa siswa yang lain begitu sibuk saling berkenalan satu sama lain. Tapi, di tengah keramaian itu ada seseorang yang membuat mataku hanya tertuju padanya. Wajahnya begitu cantik membuat mata tak ingin melepaskan pandangan darinya walaupun hanya untuk satu detik. Senyum manisnya membuatku terpaku dan terpana hingga tak mampu tuk bergerak.

Hari itu aku mengumpulkan keberanian untuk bisa mengajaknya berkenalan. Kutarik nafas dalam dalam, kuulurkan tangan, lalu kuucapkan namaku dihadapannya. Dia menatapku sambil tersenyum dan menerima uluran tanganku itu sambil menyebutkan namanya. Sejak hari itu kita berdua menjadi teman hingga saat ini. Setiap waktu, aku selalu mencoba bisa memberikan perhatianku padanya, memberinya pertolongan saat dia mengalami masa masa sulit , dan mencoba selalu ada untuknya. Namun , dia menganggapnya hanya sekedar perhatian dari seorang “teman”. Meskipun pada kenyataannya aku selalu memendam rasa padanya, rasa yang lebih dari sekedar “teman”.

Memendam sebuah rasa tak lain dan tak bukan adalah satu satunya hal yang bisa dilakukan oleh “Pecundang” sepertiku karena tak berani mengungkapkan perasaan kepada orang yang benar-benar kucintai , orang yang benar-benar aku sayang. Walaupun sejujurnya, aku ingin sekali bisa mengungkapkan perasaanku ini padanya.
Namun, Aku selalu merasa tak pantas untuknya karena aku bukanlah siapa – siapa,  aku tak memiliki ketampanan yang mungkin bisa membuatnya tertarik padaku , aku tak memiliki bakat yang mungkin bisa membuatnya terpukau dan berpaling kepadaku. Padahal di sisi lain, aku benar benar tulus mencintainya dan menyayanginya.

Banyak orang berkata kalau benar benar sayang kita harus merelakannya agar bisa bahagia walaupun tidak bersama kita. Hal itupun sudah kulakukan walaupun merelakan itu tak semudah kelihatannya. Berpura-pura bahagia ketika dia sedang berbahagia bersama orang lain, Berusaha tetap tersenyum ketika melihatnya sedang bergandengan tangan dengan orang yang dia sayang.  Membohongi perasaan sendiri itu sangatlah menyakitkan.
Setiap hari aku selalu berharap dia bisa memperhatikanku, menghabiskan waktu bersamaku dan bisa menemaniku setiap saat. Mungkin hal ini akan tetap menjadi sebuah harapan, untuk selamanya. (Xavialdi, 2015)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Posts