Sebuah Rahasia
Hari
pertama masuk di sebuah sekolah yang menjadi awal dari segalanya. Pagi itu suasana sekolah sangatlah
ramai. Siswa siswa yang lain begitu sibuk saling berkenalan satu sama lain. Tapi, di tengah keramaian itu ada
seseorang yang membuat mataku hanya tertuju padanya. Wajahnya begitu cantik
membuat mata tak ingin melepaskan pandangan darinya walaupun hanya untuk satu
detik. Senyum manisnya membuatku terpaku dan terpana hingga tak mampu tuk
bergerak.
Hari
itu aku mengumpulkan keberanian untuk bisa mengajaknya berkenalan. Kutarik
nafas dalam dalam, kuulurkan tangan, lalu kuucapkan namaku dihadapannya. Dia
menatapku sambil tersenyum dan menerima uluran tanganku itu sambil menyebutkan namanya. Sejak hari itu kita berdua menjadi
teman hingga saat ini. Setiap waktu, aku selalu mencoba bisa memberikan
perhatianku padanya, memberinya pertolongan saat dia mengalami masa masa sulit
, dan mencoba selalu ada untuknya. Namun , dia menganggapnya hanya sekedar
perhatian dari seorang “teman”. Meskipun pada kenyataannya aku selalu memendam
rasa padanya, rasa yang lebih dari sekedar “teman”.
Memendam
sebuah rasa tak lain dan tak bukan adalah satu satunya hal yang bisa dilakukan
oleh “Pecundang” sepertiku karena tak berani mengungkapkan perasaan kepada
orang yang benar-benar
kucintai , orang yang benar-benar aku sayang. Walaupun sejujurnya, aku ingin
sekali bisa mengungkapkan perasaanku ini padanya.
Namun,
Aku selalu merasa tak pantas untuknya karena aku bukanlah siapa – siapa, aku tak memiliki ketampanan yang mungkin bisa
membuatnya tertarik padaku , aku tak memiliki bakat yang mungkin bisa
membuatnya terpukau dan berpaling kepadaku. Padahal di sisi lain, aku benar benar
tulus mencintainya dan menyayanginya.
Banyak
orang berkata kalau benar benar sayang kita harus
merelakannya agar bisa bahagia walaupun tidak bersama kita. Hal itupun sudah
kulakukan walaupun merelakan itu tak semudah kelihatannya. Berpura-pura bahagia
ketika dia sedang berbahagia bersama orang lain, Berusaha tetap tersenyum
ketika melihatnya sedang bergandengan tangan dengan orang yang dia sayang. Membohongi perasaan sendiri itu sangatlah
menyakitkan.
Setiap
hari aku selalu berharap dia bisa memperhatikanku,
menghabiskan waktu bersamaku dan bisa menemaniku setiap saat. Mungkin hal ini
akan tetap menjadi sebuah harapan, untuk selamanya. (Xavialdi, 2015)